Kisah Nabi


Sepanjang hidupnya, Ibu Nabi Isa ini selalu berpuasa, shalat dan berzikir. Ia juga selalu bersabar dan menjaga kehormatan. Wafatnya di iringi arak-arakan Malaikat. Ia lahir dari sepasang suami-istri yang saleh di kalangan Bani Israel. Mereka bernama Hannah binti Faqudz dan Imran bin Matsan. Bertahun-tahun mereka berumah tangga, tapi belum juga dikaruniai keturunan.

Sepanjang hidupnya, Ibu Nabi Isa ini selalu berpuasa, shalat dan berzikir. Ia juga selalu bersabar dan menjaga kehormatan. Wafatnya di iringi arak-arakan Malaikat. Ia lahir dari sepasang suami-istri yang saleh di kalangan Bani Israel. Mereka bernama Hannah binti Faqudz dan Imran bin Matsan. Bertahun-tahun mereka berumah tangga, tapi belum juga dikaruniai keturunan. Usia meraka pun makin lanjut. Iradat Allah tampaknya belum mengizinkan pasangan saleh ini memiliki anak yang dapat menghiasi kehidupan rumah tangga mereka.

Mereka selalu berdoa, seolah tiada satu detikpun terlewatkan. Hannah bahkan bernazar akan menyedekahkan anaknya, jika lahir, ke Baitulmaqdis – sekarang bernama Masjidil Aqsa. Allah SWT rupanya mengabulkan doa Hannah, ia merasakan ada janin yang bergerak di dalam rahimnya. Wajahnya pun mulai berseri dan senyumnya mulai mengambang.

Kabar gembira ini ia sampaikan kepada sang suami, Imran, namun dihari-hari penantian lahirnya si jabang bayi, Imran meninggal dunia sehingga kebahagiaan Hannah berubah menjadi kesedihan. Setelah masa Iddah selesai, Hannah kedatangan tamu istimewa, Nabi Zakaria bin Barkhaya AS bersama Isya, istrinya. Mereka menghibur dan memberi nasehat kepada Hannah sehingga bisa menerima takdir itu dengan lapang dada dan ikhlas

Bayi yang ditunggu itu pun lahir, berkelamin perempuan dan diberi nama Maryam, yang bermakna Ibadah. Kenyataan itu mengkhawatirkan Hannah bila teringat nazarnya. Namun ia berusaha menepis kekhawatiran itu dengan bersimpuh kepada Allah agar putrinya mampu bekerja di Baitulmaqdis dengan tulus dan menjadi anak ahli ibadah.

Dengan berselimut kain, Hannah membawa Bayi Maryam ke Baitulmaqdis dan menempatkannya di kuil untuk memenuhi nazarnya. Para pendeta di kuil itu, yang berjumlah tiga puluh orang, saling berebut ingin melihat bayi anak Imran, pemimpin mereka. Ketika itulah Zakaria mengemukakan kepada para pendeta, dia lebih berhak mengasuh bayi itu, karena istrinya adalah bibi Maryam. Ternyata hal itu ditolak oleh pendeta yang lain. Perselisihan pun memuncak. Pada akhirnya, Zakaria memenangkan hak memelihara Maryam setelah ia berhasil memenangkan undian. Mereka melemparkan Pena ke Sungai. Barangsiapa yang penanya terapung, dialah yang berhak memelihara dan mengasuh Maryam.

Zakaria kemudian membawa Maryam ke dalam kamar khusus di kuil itu, setelah di hias serapi mungkin sebagai tempat beribadah.
Maryam tumbuh dewasa dalam asuhan Zakaria. Ia melaksanakan tugasnya sebagaimana yang dicita-citakan orang tuanya sepanjang hidupnya. Sampai pada suatu hari, ia dikejutkan oleh panggilan suara seorang lelaki.

    “Hai Maryam, sesungguhnya Allah telah memilih kamu, menyucikan kamu dan melebihkan kamu atas segala wanita di dunia (yang semasa dengan kamu), taatlah kepada Tuhanmu, sujud dan ruku’lah bersama orang-orang yang ruku’.” (Ali Imran: 42-43).

Sejak itu ia merasa kekuatan dan masa mudanya meninggalkan dirinya dan digantikan dengan kesucian dan kekuatan yang lebih banyak. Maryam mengetahui, ia akan memikul tanggung jawab besar.
Suatu hari, Zakaria menemukan sesuatu yang asing dan aneh pada diri maryam. Setiap kali Zakaria mengunjungi Maryam dan memasuki Mihrab, ia mendapati disana, telah terhidang makanan yang berlimpah. Padahal, ia merasa yakin tidak ada orang lain yang masuk. Dengan penuh keheranan, Zakaria bertanya. “Hai Maryam, darimana kamu peroleh rezeki ini?”

    “Makanan itu dari sisi Allah,” jawab Maryam. “Sesungguhnya Allah memberi rezeki kepada siapa yang dikehendaki-Nya tanpa perhitungan.”

Dari kejadian itu, Zakaria merasa Allah telah mengkhususkan Maryam dengan kedudukan yang mulia yang tidak dimiliki orang lain.

Suatu saat, Jibril dengan menjelma sebagai manusia mendatangi Maryam di mihrabnya. Dalam kekagetannya, Maryam bertanya, “Apakah engkau menusia yang mengenal Allah SWT dan bertakwa kepada-Nya?. Sambil tersenyum orang itu menjawab, “Sesungguhnya aku ini utusan Tuhanmu, untuk memberimu seorang anak laki-laki yang suci.” (QS Maryam: 19).
Maryam tetap curiga, kehadiran laki-laki itu, bagaimana pun sangat mencurigakan, apalagi ia hendak memberi anak, sementara Maryan tidak pernah disentuh seorang lelaki pun.
“Bagamana akan ada bagiku seorang anak lelaki, sementara tidak pernah seorang manusia pun menyentuhku dan aku bukan pula seorang pezina.” (QS Maryam: 20).

    “Demikianlah Tuhanmu berfirman,” jawab Jibril. “Hal itu adalah mudah bagiku dan agar dapat kami menjadikannya sebagai suatu tanda bagi manusia dan sebagai rahmat dari kami, dan hal itu adalah suatu perkara yang sudah diputuskan.” (QS Maryam: 21).

Sepeninggal Malaikat Jibril, Maryam duduk kebingungan, rasa takut menguasai dirinya, ketika ia membayangkan komentar masyarakat terhadap dirinya. “Bagaimana mungkin seorang gadis perawan bisa hamil dan melahirkan seorang anak tanpa suami?”
Waktu terus berlalu, dan perutnya pun kian membuncit. Maryam berusaha membebaskan diri dari segala beban dan tekanan jiwa. Ia menyendiri dan bersedih hati. Pikirannya kacau, ia juga tidak mau mendengarkan nasehat orang lain kecuali beribadah dan menghadapkan diri kepada Allah SWT.
Pada suatu hari, Maryam pergi ke suatu tempat yang jauh. Ia merasa sesuatu akan terjadi hari itu. Kakinya membimbingnya menuju tempat yang dipenuhi pohon kurma. Tempat itu tidak biasa dikunjungi siapapun saking jauhnya.

    Di bawah pohon kurma yang tinggi besar, Maryam merasakan sakit pada perutnya. “Aduhai, alangkah baiknya aku mati sebelum ini, dan aku menjadi sesuatu yang tidak berarti, lagi dilupakan.” (QS Maryam: 23).

Rasa sakit melahirkan anak menimbulkan penderitaan lain yang siap menantinya. Bagaimana manusia akan menyambut anak ini? Apa yang akan mereka katakan tentangnya?. Bukankah mereka mengetahui, ia adalah wanita yang masih perawan. Apakah manusia akan membenarkan Maryam yang melahirkan anak itu tanpa ada seorang pun yang menyentuhnya?
Ketika keraguan menyelimutinya, tiba-tiba anak yang baru lahir itu berkata, “Janganlah kamu bersedih hati, sesungguhnya Tuhanmu telah menjadikan anak sungai di bawahmu. Dan goyanglah pangkal pohon kurma itu ke arahmu, niscaya pohon itu menggugurkan buah kurma yang masak untukmu, makan, minum, dan bersenang hatilah kamu. Jika kamu melihat seorang manusia, katakanlah, sesungguhnya aku telah bernazar berpuasa untuk Tuhan yang Maha Pemurah, aku tidak akan berbicara dengan seorang manusiapun pada hari ini.” (QS Maryam: 24-26).
Maryam mengulurkan tangannya ke pohon kurma, sementara kedua matanya tidak lepas menatap anaknya, Isa. Senyum kecil menghiasi wajah Maryam, dan hilanglah kesusahan dan lenyap pula mendung kesedihan di wajah dan seluruh jiwanya. Lalu Maryam menggoyangkan pohon kurma itu sehingga buah kurma berjatuhan. Maryam makan dan minum. Kemudian memangku anaknya dengan kasih sayang.
Namun kemudian Maryam merasakan keguncangan yang hebat. Silih berganti ketenangan dan keresahan menghampirinya. Segala pikirannya tertuju pada satu hal, yaitu Isa. Namun pertanyaan-pertanyaan itu tetap menghantui dirinya.

    Ketika tiba saatnya, Maryam kembali ke Baitulmaqdis, waktu menujukkan Ashar. Pasar besar yang terletak di jalan yang dilalui Maryam menuju masjid di penuhi banyak orang. Kehadiran Maryam yang membopong seorang bayi mungil segera menarik perhatian orang-orang yang lalu lalang di pasar itu. Mereka bertanya kepada Maryam dengan nada sumbang sembari mencibir. “Hai Maryam, sesungguhnya kamu telah melakukan sesuatu yang amat mungkar.” (QS Maryam: 27).

Mereka telah menuduh Maryam telah melakukan pelacuran. Di mata mereka, Maryam telah berbuat nista dan hina. Dengan ketabahan yang tinggi, Maryam menyerahkan segalanya kepada Allah SWT. Sementara tangannya menunjuk ke arah Isa. Mereka memahami, Maryam berpuasa dari pembicaraan dan meminta kepada mereka agar bertanya langsung kepada anak itu. “Bagaimana kami akan bicara dengan bayi yang masih dalam ayunan?” (QS Maryam: 29).

Belum selesai mereka mengolok-olok, Isa berkata, “Sesungguhnya aku ini hamba Allah. Dia memberiku Al-Kitab (Injil) dan Dia menjadikan aku seorang Nabi, dan Dia menjadikan aku seorang yang diberkati dimana saja aku berada. Dan Dia memerintahkan kepadaku (mendirikan) salat dan (menunaikan) zakat selama aku hidup. Dan berbakti kepada Ibuku dan Dia tidak menjadikan aku seorang yang sombong lagi celaka. Dan kesejahteraan semoga dilimpahkan kepadaku, pada hari aku dilahirkan, pada hari aku meninggal, dan pada hari aku di bangkitkan hidup kembali.” (QS Maryam: 30-33).

Kisah anak Maryam menjadi bahan pembicaraan Kota Betlehem, khususnya perkampungan Nazareth. Mereka mengganti keraguan dan buruk sangka dengan penyucian dan kecintaan terhadap anak yang diberkati dan pebuh mukjizat ini.
Sebaliknya, para pendeta Yahudi merasa akan terjadi suatu tragedi kepribadian yang akan datang kepada mereka dengan kelahiran anak Maryam. Kedatangan Almasih berarti mengembalikan manusia kepada penyembahan semata-mata kepada Allah. Ini berarti menghapus agama Yahudi yang mereka yakini.

Isa tumbuh dalam pemeliharaan Ibunya sebagaimana anak-anak kecil lainnya. Hanya saja Isa, banyak diberi mukjizat oleh Allah. Sejak kecil ia bisa memberi tahu sesama temannya tentang apa yang hendak mereka makan, ia juga mampu mengungkapkan apa yang disimpan orang-orang di rumahnya. Ia juga tampak cerdas. Kelak, setelah berusia 30 tahun, turunlah Ruhul Amin (Jibril) menyampaikan Risalah Tuhan kepada Isa. Ia menerima Al-Kitab dari Allah, sebagai kitab yang membenarkan kitab sebelumnya, yaitu Taurat dan apa yang dipelajarinya dari kitab tersebut.

Setelah Isa di angkat ke suatu tempat yang mulia, di Surga, Maryam merasa nyaman dan damai. Pasalnya, sebelumnya Maryam terus-menerus menangis karena mengira bahwa yang disalib itu adalah Isa. Sebagaimana dikisahkan dalam firman Allah. “Padahal mereka tidak membunuhnya dan tidak menyalibnya, tetapi yang mereka bunuh dan salib itu adalah orang yang serupa dengan Isa.” (QS An-Nisa: 157).

Maryam didatangi dua orang muridnya yang setia, Syam’un Ash-Shafa dan Yahya. Mereka menyampaikan pesan Isa sebelum diangkat, agar menjadi pelayan Maryam dan menyampaikan risalah dakwahnya. “Semoga Allah memberkati tugasmu dan menetapi jalan kebaikan dan mahabah,” jawab Maryam.

Semenjak itu, Maryam menjadi penolong setiap orang yang membutuhkan, di dampingi Syam’un dan Yahya, sambil memperbaharui dakwahnya kepada menusia. Ia wafat enam tahun sejak pengangkatan Isa. Ia dilindungi dengan kejernihan cinta dan wangi kebaikan. Allah melestarikan penuturan tentangnya seperti termaktub dalam surah At-Tahrim ayat 12: “Dan ingatlah, Maryam Putri Imran yang memelihara kehormatannya. Kami tiupkan ke dalam rahimnya sebagian dari Roh ciptaan kami, dan dia membenarkan kalimat-kalimat Tuhannya dan kitab-kitab-Nya, dan dia termasuk orang-orang yang taat,”
Mukjizat Nabi Isa

Setiap Nabi dan Rasul pasti mempunyai kelebihan atau mendapat banyak karunia dari Allah dengan bermacam cara.
Demikian juga dengan Nabi Isa AS ia mempunyai mukjizat yang melekat pada dirinya sebagai bukti kenabian dan kerasulannya. Antara lain mukjizat berupa:

    Membuat Burung dari Tanah
    Dapat menyembuhkan orang buta
    Dapat menyembuhkan Penyakit Kusta
    Dapat Menghidupkan orang mati, dengan izin Allah
    Menurunkan makanan dari Langit dan sebagainya


Kisah Nabi Daut AS , Tentang Shalat & Puasa

Nabi Daud adalah salah seorang Nabi Allah yang amalan salat dan puasanya sangat disukai Allah, sehingga karena kehebatannya inilah Nabi Muhammad memberitahukannya kepada para sahabat.

Abdullah bin Amr meriwayatkan, “Rasulullah bertanya kepadaku, “saya mendengar kabar bahwa anda selalu berjaga di waktu malam (beribadah) dan berpuasa di siang hari.”
“Benar, ya Rasulullah,” jawab saya. Nabi bersabda, berpuasalah dan berbukalah, salatlah dan tidurlah! Karena tubuhmu mempunyai hak terhadapmu, dan tamumu juga mempunyai hak terhadapmu. Cukuplah bagimu berpuasa sebanyak tiga hari pada tiap bulan.”
Abdullah berkomentar, ”Saya bertahan.” Nabi pun bersikeras pula. “Akhirnya saya memberikan alasan: Ya Rasulullah, saya kuat melakukannya. “Kalau begitu, berpuasalah tiga hari setiap minggu,” ujar Nabi.
Abdullah berkomentar lagi, “Saya tetap bertahan.” Tapi Nabi bersikeras pula.  Saya berdalih, “Ya Rasulullah, saya masih sanggup.”
“Kalau begitu, berpuasalah seperti puasa Nabi Daud, dan jangan melebihi lagi!” sabda Rasulullah memperingatkan dengan keras.
“Ya Rasulullah, bagaimana puasa Nabi Daud itu,” tanya saya.
“Beliau sehari berpuasa, sehari tidak,” sabda Nabi.” (HR Ahmad dan lain-lain).
Dalam redaksi lain, Abdullah bin Amr meriwayatkan, “Rasulullah bersabda, “Puasa yang lebih di sukai oleh Allah ialah puasa Daud, dan salat yang paling disukai Allah, ialah salat Daud. Beliau tidur seperdua malam, bangun sepertiganya, lalu tidur seperenamnya. Beliau berpuasa satu hari, lalu berbuka satu hari.” (HR Bukhari Muslim).

Al-Qur’an melukiskan kepribadian Nabi Daud cukup lengkap. “Bersabarlah atas apa yang mereka katakan, dan ingatlah hamba kami, Daud yang mempunyai kekuatan (Al-Ayad), sesungguhnya dia amat taat.

“Sesungguhnya kami menundukkan gunung-gunung untuk bertasbih bersama dia diwaktu petang dan pagi, dan burung-burung dalam keadaan terkumpul. Masing-masing amat taat kepada Allah.
Dan kami kuatkan kerajaannya dan kami berikan kepadanya hikmah dan kebijaksanaan dalam menyelesaikan perselisihan.
Dan adakah sampai kepadamu berita orang-orang yang berperkara ketika mereka memanjat pagar?
Ketika mereka masuk menemui Daud, ia terkejut karena kedatangan mereka. Mereka berkata, “Jangan kamu merasa takut, kami adalah dua orang yang berperkara yang salah seorang dari kami berbuat zalim kepada yang lain, maka berilah keputusan antara kami dengan adil, dan janganlah kamu menyimpang dari kebenaran dan tunjukilah kami jalan yang lurus. Sesungguhnya saudaraku ini mempunyai sembilan puluh sembilan ekor kambing betina, dan aku mempunyai seekor saja,” maka dia berkata, “Serahkanlah kambingmu itu kepadaku dan dia mengalahkan aku dalam perdebatan.”

    Daud berkata, “Sesungguhnya dia telah berbuat zalim kepadamu dengan meminta kambingmu itu untuk ditambahkaan kepada kambingnya. Dan sesungguhnya kebanyakan dari orang-orang yang berserikat itu sebagian mereka berbuat zalim kepada sebagian yang lain, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh, dan amatlah sedikit mereka ini,” dan Daud mengetahui, bahwa kami mengujinya, maka ia minta ampun kepada tuhannya lalu menyungkur sujud dan bertobat.

Maka kami hapuskan kesalahan itu, dan sesungguhnya dia mempunyai kedudukan dekat di sisi kami dan tempat kembali yang baik.
“Hai Daud, sesungguhnya kami menjadikan kamu khalifah di muka bumi, maka berilah keputusan diantara manusia dengan adil, dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu, karena ia akan menyesatkan kamu dari jalan Allah. Sesungguhnya orang-orang yang sesat di jalan Allah, akan mendapat azab yang berat, karena mereka melupakan hari perhitungan.
Dan kami tidak menciptakan langit dan bumi serta apa yang ada diantara keduanya tanpa hikmah, yang demikian adalah anggapan orang-orang kafir, maka celakalah orang-orang kafir itu, karena mereka akan masuk neraka.
Pantaskah kami menganggap orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh sama dengan orang-orang yang membuat kerusakan di muka bumi? Patutkah kami menganggap orang-orang yang bertakwa sama denga orang-orang yang berbuat maksiat?” (QS Shad: 17-28).

Ibnu Abbas dan Mujahid mengatakan, kata “Al-Ayad” berarti kekuatan dalam ketaatan, maksudnya adalah kekuatan dalam beribadah dan beramal salih. Sedang Qatadah mengemukakan, Nabi Daud diberi kekuatan beribadah dan diberi taufik dalam memegang keyakinannya, sebagaimana telah disebutkan, Daud senantiasa melakukan “Qiyamul Lail” (salat Tahajud) dan mengerjakan puasa Dahr (puasa sepanjang tahun, sehari puasa, sehari tidak).

Selain tekun beribadah, salat dan puasa, Nabi Daud juga diberi kitab Zabur. Di dalam Al-Qur’an disebutkan, “Dan kami berikan Zabur kepada Daud.” (QS An-Nisa: 163).

Zabur adalah kitab yang sudah populer sebelum Al-Qur’an diturunkan. Menurut hadis yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad, kitab Zabur itu diturunkan pada bulan Ramadhan, di dalamnya terdapat berbagai macam nasehat, hikmah dan pelajaran.
Ketika Nabi Daud membaca kitab Zabur, suaranya begitu indah, maka burung-burung berhenti di udara seraya ikut bertasbih, demikian juga dengan gunung-gunung yang senantiasa bertasbih bersama-sama dengan Daud pada pagi hari dan petang.
Abdurrazak menceritakan, dari Ibnu Juraij, “Aku pernah bertanya kepada Atha’ tentang membaca Al-Qur’an dengan menggunakan lagu, maka dia pun menjawab, “Apakah memang ada larangan untuk itu? Aku pernah mendengar Ubaid bin Umar berkata: dulu Daud AS pernah mengambil rebana dan menabuhnya lalu membaca kitab Zabur.”

Imam Ahmad meriwayatkan, dari Abdurrazak, dari Mu’ammar, dari Al-Zuhri, dari Urwah, dari Aisyah, Rasulullah pernah mendengar suara Abu Musa Al-Asy’ari sedang beliau tengah membaca Al-Qur’an, maka beliau bersabda, “Sesungguhnya Abu Musa telah di karuniai bagian dari seruling keluarga Daud.”

Kemampuan Nabi Daud berpuasa, ternyata menurun kepada anaknya, Nabi Sulaiman. menurut Ibn Abbas, Nabi Sulaiman berpuasa tiga hari pada awal bulan, tiga hari pada pertengahan bulan dan tiga hari pada akhir bulan. jadi beliau mengawali bulan dengan puasa, menjalani pertengahannya dengan puasa, dan menutupnya dengan puasa pula.
Sebetulnya hampir setiap Nabi memiliki tradisi berpuasa, seperti disebutkan di dalam Al-Qur’an surah Al-Baqarah ayat 183, “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu (umat Muhammad) berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu, agar bertakwa.”


Mukjizat Nabi Daud

Nabi Daud sangat terkenal sebagai Nabi yang memiliki suara yang sangat merdu dan tidak ada yang bisa menandinginya. Inilah karunia dan rahmat Allah atasnya. Apabila Nabi Daud bernyanyi melagukan kitab Zabur yang berisikan petunjuk dan tuntunan dari Allah SWT, maka orang-orang yang sakit menjadi sembuh. Jin dan Manusia serta burung-burung berkumpul di dekatnya untuk mendengarkan nyanyian itu, serta angin pun menjadi tenang, gunung, burung-burung ikut bertasbih memuji kebesaran Allah.
Ketika ia memegang besi, maka besi itu menjadi lunak, seperti kertas, dan dapat dijadikan bermacam-macam keperluan hidup tanpa harus dibakar terlebih dahulu dengan api dan tidak perlu di tempa seperti kebiasaan orang pande besi (As-Saba: 10-11)

0 comments:

Posting Komentar

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More